Kamis, 04 Agustus 2016

Anak Kuliahan

Assalamu’alaikum !!!
Kembali lagi bersama sayaaaa masih di blog yang sama dengan keadaan luar biasa :) hehe Sebelumnya saya ingin mengucapkan terimakasih untuk pembaca tulisan-tulisan saya sebelumnya. Sungguh kiranya saya tidak menyangka mendapatkan apresiasi sebesar itu.
Once again, thanks arigatou danke xie xie hatur nuhun terimakasih :)
Bentar lagi kan masuk tahun ajaran baru kan ya? Buat mahasiswa(i) maksudnya, jadi kayaknya tulisan ini akan saya beri judul “Anak Kuliahan” dan akan saya dedikasikan untuk Anak Kuliahan juga..
Buat mereka-mereka yang baru lulus SMA dan melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi, sebutan “Anak Kuliahan” terlihat keren.  Sekarang udah bukan “Anak Sekolahan” lagi yang kalau mau sekolah harus pake seragam, jam belajar udah gak terlalu ketat, uang jajan sekarang sistem transfer, udah bisa jalan-jalan bebas dan lain sebagainya. Pokoknya kalau jadi Anak Kuliahan itu mah pokoknya kaya udah megang tiket “free entry (re:kebebasan). Anak Kuliahan juga terlihat keren karena terlihat lebih dewasa. Ini terlihat loh ya bukan fakta sebenarnya.
Paparan diatas adalah pemikiran awal sebagai Anak Kuliahan. Kemudian sebagai Anak Kuliahan juga kalau datang ke SMA-nya bisa jadi berasa lebih. Lebih apayaa..Ya kaya lebih berasa lebih asik aja daripada adik-adiknya yang masih duduk di bangku SMA.  Tapiiii ini Cuma opinion saya ya bukan bermaksud untuk menuduh, berburuk sangka atau apapun. Karena jujur dari lubuk hati saya yang paling dalam saya pernah merasa seperti itu. Astaghfirullah….mohon maaf dan mohon ampunan untuk semuanya :’)
Balik lagi, dibalik “kebebasan” yang diraih oleh Anak Kuliahan ada beribu hal yang harus dipikirkan kembali.  Memang secara kasat mata Anak Kuliahan terlihat bebas, namun ada orang tua yang terikat dengan urusan kehidupan anaknya yang sedang kuliah. Tanpa kita ketahui ada orang tua yang bekerja membanting tulang lebih keras dari biasanya agar anak tersayang bisa terus sekolah dan menadapat gelar Sarjana. Ada orang tua yang pulang lebih sore bahkan malam demi sesuap nasi untuk anak tersayang yang sedang mengecap Perguruan Tinggi.
Ya mungkin sebagian dari kita tidak memikirkan hal ini, namun sebagian lain memikirkannya. Berat beban yang dipegang oleh orang tua tidaklah mudah, tidak semudah membalik telapak tangan.  Tidak semudah membersihkan noda yang menempel pada baju. Para orang tua harus melalui proses panjang hingga akhirnya mendapat “balasan” agar dapat membiayai anak tersayangnya.
Dibalik beratnya beban yang ada dipundak orang tua, sayang tidak semua anak tersayangnya menyadari beban yang berat tersebut. Anak tersayang malah sibuk menghamburkan uang dengan bepergian dan bertamasya masuk pusat perbelanjaan yang satu dengan lainnya. Anak tersayang malah sibuk mencicipi masakan dengan harga selangit. No offense, tapi ini murni menurut apa yang saya lihat..saya melihat bahwa hedonism bisa dikatakan sebagai gaya hidup zaman sekarang.

Guys, hedonism itu gak keren..serius
Bagian dari hedonism apa yang bisa disebut keren? Kerenkah membuang uang sementara ada bagian dunia lain yang sedang kesulitan makan?
Sekarang ini saya sedang membaca biografi dari Chairul Tanjung, tahu kan dengan beliau? Buku berjudul Chairul Tanjung Si Anak Singkong menceritakan perjalanan hidup beliau merintis kehidupan dari awal hingga sukses sekarang ini. Di buku tersebut dikisahkan beliau pernah menjadi mahasiswa teladan tingkat nasional. Beliau juga pernah menjadi juragan fotokopi di kampusnya, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia dan mendapatkan 15 ribu pertamanya dari fotokopi (15 ribu zaman dulu itu banyak banget lho). Selain itu buku ini juga menceritakan tentang kegiatan sosial beliau selama dikampus dimulai dari keinginan beliau untuk membangun gedung khusus untuk pasien Talasemia hingga didirikannya Yayasan Talasemia pada tahun 1987. (saya baru baca sampai bagian sini sih, hehehe).
Terus, apa hubungannya Anak Kuliahan dengan  Pak CT ini?
Singkat saya, inilah seharusnya Anak Kuliahan sekarang. Tidak hanya sukses dibidang akademik namun juga berandil di kegiatan sosial. Tidak hanya menghasilkan sebuah gagasan, namun juga melakukan aksi nyata. Di usia pak CT yang kurang lebih seumuran dengan kita para mahasiswa sekarang, beliau sudah bisa menghasilkan uang hasil memutar otak dengan cara halal. Kalau beliau saja bisa, mengapa kita tidak? Jika memang saat ini masih belum bisa menghasilkan pundi-pundi uang sendiri, maka janganlah menambahkan beban berat yang sudah dipikul orang tua. Minimal tidak menambah berat bebannya dan tidak mengecewakan beliau dengan memberikan Kartu Hasil Studi yang “jatuh”.
Bukan maksud hati saya untuk memberikan “pukulan” dan menyakiti kawan-kawan dengan tulisan ini. Tapi sekiranya saya ingin menuangkan apa yang sedang berkecamuk di pikiran saya saat ini. Bolehlah kita bangga dengan cap “Anak Kuliahan”, namun jangan lupakan tujuan dan hasil akhir yang kita harapkan ketika masuk ke “dunia perkuliahan”.

Hmmm, mungkin sekian dulu ya wkwk
Mohon dimaafkan bila ada salah-salah kata dari saya. Kritik dan saran kawan-kawan juga diperlukan untuk evaluasi saya kedepannya. Terimakasiiihhhh !! 

Buat Mahasiswa Baru nih adaa tulisan keren (menurut saya yah) disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar