Kembali lagi bersama sayaaaa
masih di blog yang sama dengan keadaan luar biasa :) hehe Sebelumnya saya ingin
mengucapkan terimakasih untuk pembaca tulisan-tulisan saya sebelumnya. Sungguh
kiranya saya tidak menyangka mendapatkan apresiasi sebesar itu.
Once again, thanks arigatou danke
xie xie hatur nuhun terimakasih :)
Bentar lagi kan masuk tahun
ajaran baru kan ya? Buat mahasiswa(i) maksudnya, jadi kayaknya tulisan ini akan
saya beri judul “Anak Kuliahan” dan akan saya dedikasikan untuk Anak Kuliahan
juga..
Buat mereka-mereka yang baru
lulus SMA dan melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi, sebutan “Anak
Kuliahan” terlihat keren. Sekarang udah
bukan “Anak Sekolahan” lagi yang kalau mau sekolah harus pake seragam, jam
belajar udah gak terlalu ketat, uang jajan sekarang sistem transfer, udah bisa
jalan-jalan bebas dan lain sebagainya. Pokoknya kalau jadi Anak Kuliahan itu
mah pokoknya kaya udah megang tiket “free entry (re:kebebasan). Anak Kuliahan
juga terlihat keren karena terlihat lebih dewasa. Ini terlihat loh ya bukan
fakta sebenarnya.
Paparan diatas adalah pemikiran
awal sebagai Anak Kuliahan. Kemudian sebagai Anak Kuliahan juga kalau datang ke
SMA-nya bisa jadi berasa lebih. Lebih apayaa..Ya kaya lebih berasa lebih asik
aja daripada adik-adiknya yang masih duduk di bangku SMA. Tapiiii ini Cuma opinion saya ya bukan
bermaksud untuk menuduh, berburuk sangka atau apapun. Karena jujur dari lubuk
hati saya yang paling dalam saya pernah merasa seperti itu. Astaghfirullah….mohon
maaf dan mohon ampunan untuk semuanya :’)
Balik lagi, dibalik “kebebasan”
yang diraih oleh Anak Kuliahan ada beribu hal yang harus dipikirkan kembali. Memang secara kasat mata Anak Kuliahan terlihat
bebas, namun ada orang tua yang terikat dengan urusan kehidupan anaknya yang
sedang kuliah. Tanpa kita ketahui ada orang tua yang bekerja membanting tulang
lebih keras dari biasanya agar anak tersayang bisa terus sekolah dan menadapat
gelar Sarjana. Ada orang tua yang pulang lebih sore bahkan malam demi sesuap
nasi untuk anak tersayang yang sedang mengecap Perguruan Tinggi.
Ya mungkin sebagian dari kita
tidak memikirkan hal ini, namun sebagian lain memikirkannya. Berat beban yang
dipegang oleh orang tua tidaklah mudah, tidak semudah membalik telapak
tangan. Tidak semudah membersihkan noda
yang menempel pada baju. Para orang tua harus melalui proses panjang hingga
akhirnya mendapat “balasan” agar dapat membiayai anak tersayangnya.
Dibalik beratnya beban yang ada
dipundak orang tua, sayang tidak semua anak tersayangnya menyadari beban yang
berat tersebut. Anak tersayang malah sibuk menghamburkan uang dengan bepergian
dan bertamasya masuk pusat perbelanjaan yang satu dengan lainnya. Anak
tersayang malah sibuk mencicipi masakan dengan harga selangit. No offense, tapi
ini murni menurut apa yang saya lihat..saya melihat bahwa hedonism bisa
dikatakan sebagai gaya hidup zaman sekarang.
Guys, hedonism itu gak keren..serius
Bagian dari hedonism apa yang
bisa disebut keren? Kerenkah membuang uang sementara ada bagian dunia lain yang
sedang kesulitan makan?
Sekarang ini saya sedang membaca
biografi dari Chairul Tanjung, tahu kan dengan beliau? Buku berjudul Chairul
Tanjung Si Anak Singkong menceritakan perjalanan hidup beliau merintis
kehidupan dari awal hingga sukses sekarang ini. Di buku tersebut dikisahkan
beliau pernah menjadi mahasiswa teladan tingkat nasional. Beliau juga pernah
menjadi juragan fotokopi di kampusnya, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia dan mendapatkan 15 ribu pertamanya dari fotokopi (15 ribu zaman dulu
itu banyak banget lho). Selain itu buku ini juga menceritakan tentang kegiatan
sosial beliau selama dikampus dimulai dari keinginan beliau untuk membangun
gedung khusus untuk pasien Talasemia hingga didirikannya Yayasan Talasemia pada
tahun 1987. (saya baru baca sampai bagian sini sih, hehehe).
Terus, apa hubungannya Anak
Kuliahan dengan Pak CT ini?
Singkat saya, inilah seharusnya
Anak Kuliahan sekarang. Tidak hanya sukses dibidang akademik namun juga
berandil di kegiatan sosial. Tidak hanya menghasilkan sebuah gagasan, namun
juga melakukan aksi nyata. Di usia pak CT yang kurang lebih seumuran dengan
kita para mahasiswa sekarang, beliau sudah bisa menghasilkan uang hasil memutar
otak dengan cara halal. Kalau beliau saja bisa, mengapa kita tidak? Jika memang
saat ini masih belum bisa menghasilkan pundi-pundi uang sendiri, maka janganlah
menambahkan beban berat yang sudah dipikul orang tua. Minimal tidak menambah
berat bebannya dan tidak mengecewakan beliau dengan memberikan Kartu Hasil
Studi yang “jatuh”.
Bukan maksud hati saya untuk
memberikan “pukulan” dan menyakiti kawan-kawan dengan tulisan ini. Tapi
sekiranya saya ingin menuangkan apa yang sedang berkecamuk di pikiran saya saat
ini. Bolehlah kita bangga dengan cap “Anak Kuliahan”, namun jangan lupakan
tujuan dan hasil akhir yang kita harapkan ketika masuk ke “dunia perkuliahan”.
Hmmm, mungkin sekian dulu ya wkwk
Mohon dimaafkan bila ada
salah-salah kata dari saya. Kritik dan saran kawan-kawan juga diperlukan untuk
evaluasi saya kedepannya. Terimakasiiihhhh !!
Buat Mahasiswa Baru nih adaa tulisan keren (menurut saya yah) disini